Gebyar Evoria Festival & Conference telah usai. Ribuan pencinta seni memadati kawasan M Bloc Space untuk ikut ambil bagian pada gelaran tersebut. Gelar wicara, panggung musik, tembok street art, dan Kotak Ide menjadi pertunjukan menarik yang memanjakan indra para pengunjung
Evoria Conference menjadi menu pembuka Evoria Festival & Conference hari pertama. Peserta yang berasal dari kalangan media, musisi, produser, dan pegiat musik, turut hadir dan berdiskusi dengan para profesional industri musik nasional. Berturut-turut, Rudolf Dethu, Edy Khemod, David Karto, dan Armand Maulana berbagi pandangan dan pengalaman seputar ekosistem musik. Yang menarik, bahasan dalam gelar wicara ini dirancang secara kontinu, sehingga materi satu dan lainnya saling berkesinambungan.
Setelah Manager The Hydrant, Rudolf Dethu berbicara perihal tips gaya busana dan propaganda musik yang efektif, Sutradara Cerah Hati Edy Khemod kemudian berbagi cerita tentang produksi video musik yang ramah budget. Edy memaparkan bahwa yang terpenting dari proses produksi video musik adalah part pre-produksi yang meliputi ide dan konsep, perencanaan, budget, proses workshop untuk bedah lagu dan adegan, dan tools yang akan digunakan.
"Yang menantang dari membuat video low budget adalah ide. Setelah punya konsep ide, sisanya tinggal berkarya, part yang paling menyenangkan”, ujar Edy Khemod.
Edy Khemod pada Evoria Conference | Dokumentasi by M Bloc Space
Masih dari Evoria Conference, Co-Founder Synchronize Festival David Karto mengisi sesi selanjutnya dengan berbagi tips menembus festival ternama untuk musisi pendatang baru. Menurutnya, strategi terpenting untuk bisa manggung di festival ternama, selain giat memproduksi dan memasarkan karya, adalah terus membangun relasi dan komunikasi yang baik dengan para pegiat festival.
Evoria Conference hari pertama kemudian ditutup dengan diskusi bersama Vokalis Gigi, Armand Maulana dengan tajuk “Hidup dari Musik”. Armand yang telah hampir tiga dekade eksis di industri musik tanah air banyak bercerita tentang pengalamannya membangun karier dan tetap bertahan dengan belajar serta menyesuaikan diri dengan tren terbaru.
“Kita ‘tuh musisi ya penting untuk terus belajar lagi, ngulik lagi, biar gak ketinggalan. Perubahan kan cepat, ya. Nah, sebisa mungkin kita harus bisa menyesuaikan. Dari kaset atau CD terus ke format digital. Belum lagi media sosial ya. Sekarang aja kita bisa tau tren musik terkini ‘kan dari TikTok. Nah, perubahan-perubahan itu yang kita harus sadari dan update terus”, tegas Armand.
Armand Maulana pada Evoria Conference | Dokumentasi by M Bloc Space
Setelah gelar wicara usai, keseruan Evoria Festival & Conference kemudian berlanjut ke panggung musik. Musisi Evoria 10, Eleanor Whisper dan Virdania didapuk untuk membuka pertunjukan musik hari pertama di dua venue yang berbeda yakni Live House dan Bloc Bar. Kompatriot mereka, Reyner, Dayze, dan Hippotopia kemudian melanjutkan kemeriahan dengan lantunan musik dan aksi panggung yang membuat pengunjung untuk turut bernyanyi bersama. Grup vintage jazz Sokhi menutup penampilan Evoria 10 malam itu dengan terlebih dahulu menyanyikan mars Institut Kesenian Jakarta sembari berjalan menuju venue dan mengajak para pengunjung yang tengah beristirahat untuk turut menyaksikan penampilan mereka.
Sokhi pada Evoria Festival & Conference | Dokumentasi by M Bloc Space
Selain pentas musisi Evoria 10, Evoria Festival & Conference hari pertama juga diisi dengan penampilan musisi ternama Indonesia seperti The Sigit, Iwa K, Perunggu, dan The Upstair. Tembang “Black Amplifier” bergema di Live House saat The Sigit bersama para penggemarnya bernyanyi dalam satu melodi. Legenda musik rap Indonesia Kang Iwa membuat seisi Bloc Bar berdansa dengan lagu-lagu masyhurnya yang diiringi dentuman musik dari disk jockey.
Band yang juga tumbuh dari emerging showcase M Bloc Entertainment, Perunggu, tidak mau ketinggalan untuk menyapa pengunjung dengan lantunan musik berkualitas yang mengudara di Foya. Panggung musik hari pertama kemudian ditutup dengan meriah oleh penampilan The Upstair yang salah satunya membawakan lagu “Matraman” yang dinobatkan sebagai salah satu dari 150 lagu Indonesia Terbaik Sepanjang Masa versi majalah Rolling Stone Indonesia
The Upstairs Menutup Kemeriahan Hari Pertama Evoria Festival & Conference | Dokumentasi by M Bloc Space
Hari Kedua Makin Pecah
Keseruan berlanjut. Pada Evoria Festival & Conference hari kedua, pengunjung disajikan Xperience baru dengan pertunjukan street art yang dapat dinikmati secara utuh di spot Kotak Ide dan lorong Evo Corner. Para visual artist menyulap tembok-tembok tersebut dengan karya artistik lintas genre seperti mural dan grafiti. Koordinator Aktivasi Street Art Evo Corner, Rio Simatupang memaparkan kesannya terhadap Evoria Festival & Conference yang diharapkan menjadi media ekshibisi yang baru, menarik, dan unik, yang kemudian dapat menampilkan karya-karya kesenian di Indonesia, termasuk karya street art.
Rio merespon Kotak Ide M Bloc Space | Dokumentasi by M Bloc Space
“Harapan kami ikut berkarya di Evoria ini agar dapat berkembang menjadi gagasan dan membuka interaksi serta kolaborasi baru, yang semakin membuat gerakan street art ini semakin tumbuh dan bisa berkontribusi terhadap ruang-ruang kehidupan manusia”, sambung Rio.
Berlanjut ke panggung gelar wicara, sesi sharing bersama praktisi musik kenamaan berlanjut dengan pemaparan Anggung Suherman dari Bottlesmoker, Manajer Pamungkas Rey Idris Letlora, dan Vokalis Seringai Arian 13. Rey mengawali sesi dengan bercerita tentang pengalamannya bersama Pamungkas menggelar tur konser secara mandiri. Melengkapi pembahasan Rey, Anggung Suherman menjelaskan beberapa hal utama yang harus dipertimbangkan untuk sebuah tur konser internasional adalah pendanaan, rute, itinerary, merchandise, perlengkapan teknis, dan dokumen administrasi.
Di akhir sesi gelar wicara, Arian 13 tampil untuk berdiskusi seputar praktik baik dalam memasarkan merchandise band. Arian menegaskan bahwa jalan untuk mendukung eksistensi musisi favorit, tidak hanya dengan mendengarkan lagunya tetapi juga membeli produk fisik yang dirilis.
Di panggung musik, Egi Virgiawan membuka penampilan Evoria 10 hari kedua dengan lagu andalannya yakni Telaga Lara dan Specious. Menyusul Pink Pitch dan Milka Eime yang menyemarakkan venue Live House serta Foya dengan alunan segar dan riang. Brian Rahmattio menjadi penutup panggung Evoria 10 di gelaran Evoria Festival & Conference dengan lagu yang menghentak dan aksi yang energik.
Brian Rahmattio | Dokumentasi by M Bloc Space
Tidak ketinggalan, Crayon Cosmos, The Panturas, The Sugar Spun, BOTTLESMOKER, dan HMGNC turut menyumbang gempita dan gemerlap panggung Evoria dengan memimpin serta mengajak fansnya untuk bernyanyi dengan lantang. Evoria Festival & Conference resmi usai dengan penampilan pamungkas dari band kenamaan, The Adams yang tampil dengan lagu-lagu andalannya seperti Timur, Konservatif, dan Pelantur yang menjadi azimat dan menyihir ratusan pengunjung yang memenuhi Live House.
The Adams | Dokumentasi by M Bloc Space
Secara umum, Evoria Festival & Conference telah menjadi tren baru dalam menguatkan ekosistem musik tanah air. Platform Evoria menjadi media penempaan dan regenerasi musisi baru untuk tampil dan mencuri perhatian di kancah musik nasional. Evoria Festival & Conference menjadi gelaran yang tepat untuk launching para musisi baru tersebut. Salah satu pengunjung asal Surabaya, Mike Ony merasa sangat terkesan dengan Evoria Festival & Conference karena menyediakan pertunjukan seni yang sangat komplit.
“Kapan lagi kita ikut festival yang di dalamnya ada konser dan diskusi musik. Pengisinya juga wajah baru dan segar. Bukan gak mungkin, musik mereka akan hype dalam satu atau dua tahun ke depan”, tutur Ony.
Senada dengan Ony, Ichsan asal Bekasi juga bercerita tentang Xperience baru yang ia dapat selama datang ke beberapa festival. Ichsan bercerita bahwa untuk pertama kalinya ia melihat secara langsung pengerjaan street art yang selama ini hanya bisa dilihat produk jadinya di tembok jalanan. Musik, diskusi, produk merchandise, street art, kuliner dan semua menu yang disuguhkan Evoria Festival & Conference menjadi kesan yang menurutnya harus menjadi inspirasi dan diadaptasi oleh festival-festival lain.